Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Dosa Guru Dibalik KKM

Salah satu prinsip penilaian pada KTSP adalah penggunaan acuan kriteria tertentu untuk menentukan tuntas atau tidaknya, berhasil atau tidaknya peserta didik mengusai materi pelajaran. Nilai terendah kriteria tersebut yang kemudian kita kenal dengan KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal).
KKM ditentukan oleh satuan pendidikan pada awal tahun pelajaran melalui pertimbangan guru atau dengan musyawarah guru mata pelajaran (MGMP) sekolah. Penetapan nilai KKM dilakukan melalui analisis ketuntasan belajar minimal pada setiap indikator dengan memperhatikan kompleksitas, daya dukung, dan intake peserta didik untuk mencapai kompetensi dasar dan standar kompetensi.


Kriteria ketuntasan minimal setiap Kompetensi Dasar (KD) merupakan rata-rata dari indikator yang terdapat dalam Kompetensi Dasar tersebut. Peserta didik dinyatakan telah mencapai ketuntasan belajar untuk KD tertentu apabila yang bersangkutan telah mencapai ketuntasan belajar minimal yang telah ditetapkan untuk seluruh indikator pada KD tersebut. Kriteria ketuntasan minimal setiap Standar Kompetensi (SK) merupakan rata-rata KKM Kompetensi Dasar (KD) yang terdapat dalam SK tersebut. Kriteria ketuntasan minimal mata pelajaran merupakan rata-rata dari semua KKM-SK yang terdapat dalam satu semester atau satu tahun pembelajaran.

Pemenuhan atau ketercapaian KKM menjadi syarat dalam penentuan LULUS tidaknya atau Naik Kelas tidaknya seorang peserta didik. Sebagai contoh kriteria kenaikan kelas yang saya sadur dari salah satu sekolah menengah atas; (1) Peserta didik dinyatakan tidak naik ke kelas XI,  apabila yang bersangkutan tidak mencapai ketuntasan belajar minimal, lebih dari 3 (tiga) mata pelajaran. (2) Peserta didik dinyatakan  tidak naik ke kelas  XII, apabila yang bersangkutan tidak mencapai kriteria ketuntasan  minimal, lebih dari 3 (tiga) mata pelajaran yang bukan mata pelajaran ciri khas program studi, dan 1 (satu) untuk mata pelajaran jurusan. 

Dari uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa KKM mata pelajaran terbentuk dari 1 atau lebih KKM-SK, 1 atau lebih KKM-KD atau 1 bahkan puluhan KKM indikator. Sebagai contoh Mata Pelajaran Biologi KKM 80, nilai 80 tersebut terbentuk dari sekian KKM indikator.

Kasus:

(1). Jika pada kondisi tertentu seorang guru tidak dapat mengajar yang menyebabkan satu atau lebih indikator tidak tersajikan dalam proses pembelajaran maka dapat dipastikan nilai KKM mata pelajaran akan berubah (turun) sebagai akibat tidak terlaksananya beberapa indikator. (nilai KKM biologi bukan lagi 80 tapi dibawahnya). (2) Daya dukung misalnya sapra menjadi rujukan penentuan KKM, pada saat perumusan KKM mungkin kita berpikir bahwa dengan menggunakan media Power Point (presentasi) atau dengan menggunakan metode pembelajaran tertentu maka suatu materi (indikator) dapat tersajikan dengan maksimal, namun kenyataan saat pelaksanaan pembelajaran hal ini tidak terjadi, maka sejatinya nilai KKM telah berubah. (3) Kasus yang sangat patal ketika KKM mata pelajaran ditetapkan tanpa mekanisme dan analisis yang tepat (asal ada).

Jika hal tersebut terjadi maka menjadi pertanyaan bagi kita, wajarkah KKM menjadi syarat keLULUSan atau Kenaikan kelas, bukankah kita dengan sengaja telah berbuat ketidakadilan bagi siswa yang tidak mencapai KKM?, Vonis tidak LULUS atau tidak Naik kelas telah menunda kesuksesannya dimana kita (guru) memiliki andil didalamnya. Lalu pernahkan kita berpikir bahwa hal tersebut adalah dosa yang tidak kita sadari??.

1 komentar untuk "Dosa Guru Dibalik KKM"

Klikmi.com Minggu, 05 November, 2023 Hapus Komentar
Sebuah pencerahan yang menyegarkan.tulisan ini menginspirasi saya selaku guru untuk tetap harus menyadari keadilan itu.hehehehe....sukses pak guru.